Saturday, November 9, 2013

Ku Tunggu Kau Balik ke Medan

Bukan perpisahan yang aku tangisi, namun pertemuanlah yang aku sesali. Kalimat ini mungkin sering sekali kita dengar saat kita mengetahui ataupun diperhadapkan dengan yang namanya perpisahan. Aneh, terlintas di benakku, kenapa harus disesali pertemuan itu harusnya kan disyukuri.

Sejak aku mengenal persahabatan entah sudah berapa kali aku harus mengalami namanya perpisahan dengan sahabat, entah sudah berapa banyak air mata yang habis terkuras, entah sudah muak atau tidak bandara menjadi saksi perpisahanku dengan sahabat-sahabatku. Bukan, bukan saja mengalami yang namanya perpisahan yang dipisahkan oleh jarak dan waktu, tapi  aku juga pernah mengalami perpisahan dengan seorang sahabatku yang telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Karena dia pergi untuk selama-lamanya kepada Sang Pencipta, Sang Pemberi Hidup.

Selasa, 6 november 2013, lagi-lagi aku mengalami yang namanya perpisahan dengan seorang sahabat. Bandara kembali menjadi saksi. Seorang sahabat yang ku kenal sejak akhir tahun 2011. Seorang sahabat yang mengajarkanku berani bermimpi lagi, mengajarkanku percaya akan hidup ini, mengajarkanku menjalani hidup dari hal yang paling kecil sampai hal paling besar dalam hidupku.

Tak tahu kapan persahabatan ini mulai terjalin. Berjalannnya waktu kami pun semakin dekat, semakin membutuhkan, semakin mengerti. Kami sama-sama belajar dari satu sama lain, sama-sama menegur, memotivasi dan mengevaluasi.

Bergulirlah sang waktu bersama sejuta kisah di tengah persahabatan kami, entah sejak kapan Tuhan menganugrahkan seorang sahabat lagi di tengah kami. Dan kami tak tahu sejak kapan kami mulai memaknai hubungan kami sebagai sahabat, yang kami tahu hanya hidup kami sering bersama walau kami tak sama, kami selalu bermimpi bersama walau mimpi kami tak sama, kami selalu menemukan waktu bersama walau waktu kami sebenarnya tak sama, apalagi sifat dan karakter tentulah kami tak sama. Hanya satu yang sama, kami ingin hidup yang memiliki tujuan dan selalu mengejar tujuan itu. 

Kami ingin hidup kami tak sama seperti orang lain, yang bekerja lalu pulang kerja istirahat, sebentar dengan keluarga mungkin kemudian tidur dan besok kerja lagi. Seperti itu saja setiap hari. Ini menurut kami. Kami ingin hidup yang berbeda dari orang lain, hidup yang  memiliki tujuan, hidup di dalam tujuan tiap-tiap hari dan membagikan hidup kami, apa yang kami punya dan bisa untuk orang lain.

Kami tetap bekerja dengan jam kerja kami masing-masing, kami memberikan diri kami dalam kegiatan kerohanian (pelayanan) dengan waktu yang kami bisa, dan kami juga menikmati hidup kami (bersenang-senang-red) dengan cara kami sendiri. Kami sering makan bersama, nonton bersama, nongkrong, mencoba hal-hal baru dan berbagi segala jenis kisah bersama. Kalau biacara tentang hidup (arti dan tujuan) waktu pun tak terasa, bicara tentang mimpi apalagi. Sehingga tak jarang sekali kami sering pulang pagi ke rumah. 

Sudahlah sangat banyak waktu yang kami lewati bersama, hampir setiap hari kami bertemu. Sudah banyak waktu yang kami habiskan bersama, bahkan untuk memutuskan makan dimana pun kami memerlukan waktu bersama. 

Tak terujilah sebuah persahabatan namanya ketika kami hanya menikmati suka bersama tapi kami juga menapaki duka bersama. Kami saling menguatkan ketika salah satu dari kami gagal dan harus ujian ulang post test untuk meraih gelar dokter gigi. Kami saling meneguhkan ketika salah satu dari kami sedang berjuang untuk meraih pujaan hati dan mengalami kegagalan. Kami saling mendukung ketika salah satu dari kami mengalami masalah-masalah kecil kehidupan namun selalu merepotkan (alay-red). Sampai-sampai suatu kali kami pernah menginap bersama di rumah sakit ketika salah satu dari kami sakit selama empat hari tiga malam. Walaupun sampai saat ini kami tidak menemukan sakit apa yang dideritanya saat itu, yang kami tahu sih penyakit manja, eh salah penyakit psikis. Hahaha


Kami juga pernah melakukan mission trip bersama keluarga salah satu dari kami. Kami melakukan kegiatan pelayanan dari gereja dan juga pelayanan masyarakat dengan melakukan pemeriksaan dan pengobatan gratis. Bukan hanya itu saja kami juga melakukan pelayan kepada anak-anak dan untuk itulah aku hadir. Kami berbagi hidup dengan mereka selama tiga hari dua malam. Kami mengajarkan beberapa nilai kehidupan kepada anak-anak di desa daerah Tapanuli itu, kami berkenalan, bernyanyi dan mengajari bahasa inggris pada mereka. Tentu saja aku tak lupa berdongeng untuk anak-anak disana. Kami mencoba membagikan apa yang kami bisa, apa yang kami punya bagi mereka. Lelah pun tak menjadi penghalang bagi kami. Cerita dan motivasi terus kami bagikan, kemauan yang tulus terus kami berikan dan raga yang ada ini kami berdayakan untuk mereka. Pernah, di suatu sore kami sedang sangat kelelahan dan mengantuk kami pun beristirahat di kursi gereja, sambil berbaring dengan seadanya. Namun, tak kuasa menolak ajakan mereka kami pun mencoba bermain dengan mereka. Kami memeluk mereka, memangku, menggendong mereka dengan raga yang lelah namun dangan hati yang bahagia.

Betapa tak ternilainya yang sudah kami pelajari bersama, perjuangkan dan kejar bersama. Kami tak akan pernah melupakannya apalagi menyesalinya. Kami sangat dan sangat mensyukurinya. Walaupun saat ini kami sedang tidak bersama sampai waktu yang tidak ditentukan namun persahabatan ini kan tetap hidup. Arti hidup akan jadi tali dalam pershabatan kami, tujuan hidup akan menjadi penerang di jalan kami masing-masing, mimpi (visi) akan menjadi bahan bakar kami dalam kami mengerjakan panggilan kami masing-masing.


Ini adalah pilihan kami. Hidup yang kami tak mau sama dengan orang lain, yang biasa-biasa saja bagi kami. Kami inging hidup yang lebih bermakna, hidup yang berguna bagi orang lain. Jarak tak menjadi pemisah bagi kami untuk mengejar mimpi-mimpi kami, waktu tak menjadi penghalang bagi kami. Bahkan kami berjanji kami akan saling mengingatkan satu sama lain, saling mendoakan dan saling mendorong satu sama lain. Tidak akan ada yang berubah. Perpisahan tak akan pernah kami selali. Persahabatan ini adalah anugrah Tuhan yang akan terus kamu syukuri dan kami perjuangkan. Ku tunggu kau balik ke Medan. Tidak, ku tunggu kau di tempat mimpi kita masing-masing.

Untukmu kedua sahabatku.

0 comments:

Post a Comment