Sunday, December 22, 2013

Roller Coaster

Suatu weekend saya dan teman-teman saya menghabiskan waktu ke sebuah wahana permainan yang ada di Berastagi, arah ke puncak dari kota Medan. Kami pergi kesana kebanyakan bukan untuk pertama kalinya, namun kami menemani teman kami yang dari jogja, yang baru pertama kalinya memijakkan kaki di pulau sumatera ini.

Hujan gerimis tak mampu mengurung niat kami untuk melanjutkan perjalanan kami. Kami tetap membeli tiket untuk masuk ke dalam wahana tersebut, Mikie Holiday Fun Land.  Bom bom car menjadi pilihan pertama untuk menghangatkan kerbesamaan dan suasana yang dingin. Walau cuman sebentar, namun sedikit mengajak kami seru-seruan. 

Lalu, kami pun melanjutkan perjalan ke dalam karena memang permainan bom bom car tadi masih di depan dekat dengan gerbang masuk. Berhubung saat itu kondisi memang sedang hujan gerimis ternyata banyak permainan yang tidak dapat digunakan. Awalnya kami sedkit kesal, namun tak berapa lama, alam pun berpihak dengan kami, hujan pun berhenti. Dan kamin pun melanjutkan seru-seruan kami.

Roller coaster menjadi pilihan kami selanjutnya, karena kami 9 orang tentulah ada 1 orang yang akan duduk sendirian tanpa ada temannya, itu adalah aku dan aku duduk yang paling depan. Perjalanan roller coaster

Saturday, December 14, 2013

Pernah

Pernah..
Jujur kecewa padamu pernah menghinggapiku
Kau pernah ajariku bermimpi
Tapi kau tak menemaniku saat ini menggapai mimpi
Kau pernah ajari aku percaya
Tapi kini kau membuat aku tak percaya lagi
Kau pernah memberiku harapan
Tapi kini kau menimbunku dalam keraguan
Kau pernah bantu aku sembuh
Tapi kini kau membuatku sakit lebih perih

Seandainya

Seandainya kau masih disini
Mungkin rasanya tak sesakit ini
Mungkin bingungnya tak selinglung ini
Mungkin deritaku cukup terbagi
Mungkin aku bisa bersandar sedikit padamu

Seandainya kau bersamaku saat ini
Bahumu bukan hanya kurasakan waktu itu
Bahumu kubutuhkan waktu ini
Pelukanmu bukan hanya kunikmati saat itu
Pelukanmu kuperlukan saat ini

Seandainya jarak tak memisahkan kita
Mungkin aku tak terlalu khawatir akan esok
Percaya kau kan ada menemaniku
Percaya akan ada terlintas di benakku
Seperti kepercayaan yang pernah kau ajarkan padaku
Percaya akan hidup ini

Seandainya kondisi tak menjadi penghalang
Kondisi aku dan kau yang tak harus bersama
Atau aku dan kau yang tak kan bisa bersama lagi
Akan aku kisahkan semuanya padamu

Seandainya kau disini
Aku tak mencari-cari seperti ini
Mencari-cari dan sadar kau tak lagi disini
Aku tak mengenangmu di semua tempat
Menoleh kesana kesini dan sadar kau tak ada disini

Seandainya kau pun tahu
Aku  torehkan ini untukmu
Sambil berharap kau membaca
Dan kau pun mengenalinya
Dan  mengerti ini adalah dirimu

Tapi..
Semuanya tak bisa
Semuanya harus aku redam sendiri
Semuanya harus aku tantang sendiri
Semuanya harus aku kejar sendiri
Semuanya hanya dengan sendiri
Sendiri..

Seandainya..
Dan hanya akan menjadi seandainya
Yang tak akan pernah terjadi
Hanya sebuah seandainya
Seandainya



Sahabat (mungkin)

Aku bertanya pada sepinya dinding kamar
Maukah engkau menjadi temanku?
Mendengar semua rintihan dan kegundahanku
Menjadi bukti air mata tak kunjung habis
Membanjiri kamar kecil ini

Aku bertanya pada ramainya orang
Maukah engkau menjadi sahabat ricuhku?
Menjadi pengisi kekosongan hidupku
Mengantarkanku ke gerbang kepuasan

Aku bertanya pada heningnya malam
Maukah engkau menjadi kawan karibku?
Menyelimuti dari semua ketakutan
Menemaniku dari semua kepasrahan

Aku bertanya pada pikuknya siang
Maukah engkau menjadi padanku?
Menopang kaki untuk berdiri tegak
Menapaki hidup yang tak ku mengerti

Maukah engkau menjadi sahabatku?
Bagai waktu yang tak pernah berhenti
Bagai waktu yang selalu hadir menemaniku
Aku membutuhkanmu sahabat...


Friday, December 13, 2013

Masihkah ada harapan?

"Bagaimana keadaannya dok? Apakah masih ada harapan dokter?" Sepenggal dialog antara dokter dengan keluarga pasien ini sering kali menjadi pertanyaan dalam sebuah keadaan yang sangat darurat, bisa juga dibilang hampir tiada harapan sehingga mengeluarkan sebuah pertanyaan apakah masih ada harapan.

Bicara tentang sakit penyakit, akhir-akhir ini sering digunakan istilah stadium untuk mengklasifikasi tingkat "kesakitan" yang sedang di derita pasien. Semakin tinggi stadium maka semakin gawat juga kondisi si penderita. Sementara berbanding terbalik dengan harapan sembuh yang semakin kecil.

Saat ini, mungkin kondisiku hampir sama dengan kondisi pasien yang gawat darurat dan membuat keluarga pasien bertanya. Namun, berbeda denganku pertanyaan itu adalah sebuah pertanyaan yang aku tanya dengan diriku sendiri dan hal itulah yang belum bisa aku jawab belakangan ini. Mencari jawaban terkadang memang begitu menyesakkan, bagai mencari jarum diantara kumpulan jerami.

Dan jika kondisi "sakit" yang ku derita saat ini dapat diistilahkan, mungkin aku sudah menuju stadium akhir. Wajarlah sepertinya harapan "hidup" bagiku saat ini hampir punah.

Dulu, aku juga pernah sakit namun itu masih stadium awal . Sehingga setelah berjalannnya waktu dengan mencoba berdamai dengan diri sendiri dan semuanya, aku pun sembuh. Namun kini, sakit itu menggerogotiku lagi, merongrong jiwaku. Bahkan stadiumnya lebih tinggi dari sebelumnya.

Setiap penderita penyakit membutuhkan seorang dokter, ahli medis yang mengerti bahkan mungkin sudah berpengalaman. Tapi, kali ini berbeda aku bukan butuh seorang dokter yang biasa. Sakitku membutuhkan seorang dokter hebat, yaitu Penciptaku dan diriku sendiri. Tak ada yang lebih mengenal kerusakanku  saat ini selain yang menciptakan aku sendiri. Diikuti tak ada yang lebih mengerti diriku daripada diriku sendiri (seharusnya).

Dokter hebat yang pertama, Sang Pencipta tak perlu lagi diragukan keahliannya. Dia tak akan pernah salah diagnosa dan tak akan pernah salah melakukan penanganan medis, tidak akan malpraktek tepatnya. Dia tak akan pernah lalai mengerjakan tugas mulia dengan tangan pembawa kesembuhannya.

Dokter hebat yang kedua, yakni diri sendiri inilah yang butuh perjuangan besar. Diri ini harus  peka terhadap segala gelaja yang sedang terjadi dan menjadi partner dokter pertama dalam mencapai kesembuhan. Sangat aneh rasanya ketika diri sendiri harus mengobati diri sendiri, dan lumrah muncul pertanyaan bagaimana caranya menyembuhkan diri sendiri yang sedang sakit.

Sakit yang aku rasakan tentulah berbeda dengan sakit medis lainnya, sakit ini lebih mengarah ke psikis tepatnya. Sehingga dokter yang dibutuhkan adalah diri sendiri, karena sakit psikis tak akan pernah sembuh total jika si penderita masih bergantung pada orang lain. Diri sendiri tak menjadi egois dalam bagian ini, diri sendiri menjadi dokter yang dapat menyembuhkan diri sendiri.

Kesembuhan adalah target perjuangan setiap penderita penyakit selayaknya diriku saat ini. Berjuang melawan penyakit dengan berdamai dengan dengan diri sendiri. Berjuang mengusir penyakit dengan menerima diri sendiri. Berjuang mengalahkan penyakit dengan memenangkan diri sendiri. Berjuang meninggalkan penyakit dengan memanggil diri kembali. Berjuang untuk sebuah harapan, harapan untuk sembuh, harapan untuk jiwa, harapan untuk hidup. Selamat berjuang dan selamat sembuh. Selamat datang harapan.

Sunday, December 1, 2013

Welcome December

Dua hari sebelum bulan yang menjadi judul tulisan saya ini, saya sudah tertergur sebenarnya. Saat itu saya sedang mengikuti ibadah Mimbar Bina Alumni, saya tersadar bahwa tahun 2013 ini akan segera berakhir. Dan yang jadi pertanyaan lagi dan lagi-lagi, apa yang sudah aku kerjakan-hasilkan sepanjang tahun ini? Kemudian, di akhir ibadah yang merupakan ibadah terakhir ini aku diajarkan kembali bersyukur untuk setiap kesempatan yang sudah diberikan Sang Pencipta dan Sang Pemberi hidup bagiku. Aku mengikuti ibadah dengan perasaan sesal di awal dan diakhiri dengan syukur dan harapan baru.


Ketika awal bulan Desember ini, tanggal pertama di bulan ini datang memunculkan berbagai macam reaksi sambutan orang. Ada yang menyambutnya  dengan candaan, harapan dan doa serta penyesalan. Semuanya tergantung dari keberadaan seseorang dan darimana dia memandang. Berbagai jenis rekasi tersebut saya saksikan melalui personal message BBM, status di facebook maupun kicauan di twitter. Tentu saja, karena desember selalu identik dengan Natal sehingga tak jarang juga yang menghubungkan sambutan kepada bulan ini dengan momen dan harapan Natal. Dan sedikit aneh bagiku setelah aku melihat berbagai-bagai respon orang terhadap bulan ini tak mampu atau sama sekali tidak menggugahku untuk mencoba menunjukkan responku lewat jerjaring sosial yang kerap kali aku lakukan sebelumnya.

Setelah beberapa jam berlalu, berbagai macam tanggapan orang-orang terhadap kehadiran bulan terkahir di tahun ini mencoba menghantuiku. Hari pertama di bulan ini yang aku lalui dengan tak seperti biasanya (lagi) *(silahkan baca di tulisan penulis sebelum-sebelumnya). Hampir seharian penuh aku menghabiskan hari dengan uring-uringan di dalam kamarku. Aku hanya keluar untuk menyeruput minuman dan mengisi asupan untuk tubuhku karena aku tak ingin sakit merongrongku. Namun sebelum hari berakhir, aku bersyukur sekali, aku mampu memutuskan untuk segera mengakhiri ke"gila"an tersebut.

Walau masih terbawa kondisi, aku mencoba mengisi waktu dengan hal yang berguna yang diawali dengan keluar rumah mencari inspirasi, mencoba beberapa perawatan rambut dan wajah (sisi wanita keluar :D) dan membaca buku  yang telah aku beli tiga hari yang lalu dari toko buku kesayanganku. Dan akhirnya aku kembali bersyukur, satu buku bisa aku tuntaskan malam ini, sebuah buku sederhana yang memotivasi aku untuk terus menulis.

Seorang sahabat pun mengirim email padaku saat aku sedang membaca buku tersebut. Dia sudah melakukan evaluasi terhadap planning awal tahun ini. Awalnya responku sekaligus yang menjadi balasan email dariku adalah aku belum berani melakukan evaluasi seperti yang sudah dilakukannya karena aku sedang merasa gagal dalam segala hal. Untungnya responku hampir sama dengan seorang sahabatku yang lain, ada teman pikirku. Namun, sambil berpikir dan mencoba bangkit aku pun memberanikan mengirim BBM kepada kedua sahabatku itu bahwa kegagalanku tak akan membuat aku berhenti. Walau bulan ini adalah bulan terakhir di tahun ini, aku tak mau menyerah. Justru, masih ada satu bulan dengan 31 hari  dengan 744 jam dan dengan 2.678.400 detik. Setiap detiknya sangat berharga, dan aku sedang berlajar tidak mau menyia-nyiakannya. Aku masih akan berjuang mengejar beberapa planning (walau tidak semua) di bulan ini, mencoba meraih mimpi di sisa tenaga ini, di sisa tahun ini dengan sebuah kekuatan yang selalu diperbaharui Sang Pemberi Anugerah di hidup kita.

You are never too old to set another goal
or to dream a new dream - C.S. Lewis

Anugerah Baru

Hati bergetir ini tak ingin menyerah
Mencoba mencari dan mengikut arah
Karena aku bukanlah seorang pasrah
Tak kan mau dikuasai amarah

Mata ini berani untuk terbuka
Tangan ini menari untuk menata
Jalan ini tetap ku bawa
Sampai akhir cerita

Berlari bukanlah solusi
Menyesal pun tiada arti
Menguras air mata memang tak henti
Tapi aku tahu dibalik hujan ada pelangi

Tak tahu jalan mana yang hendak dituju
Ataukah jalan ini tetap ditiru?
Bukan, bukan itu
Bukan jalan yang jadi penentu
Namun dengan siapakah itu
Aku pun membisu
Membulatkan tekad untuk menyatu
Aku hanya mau bersamaMu
Pemberi anugerah yang telah lalu
Pemberi anugerah baru