Saturday, November 30, 2013

Impian?

Terdungu di malam senyap
Tersesat di ambang batas perasaan
Terlarut dalam lautan asa
Terisak-isak tanpa usai
Tersakiti semakin dalam
Tak kau hirau pun aku biasa


Termangu di siang bolong
Terlintas tumpukan sesal
Terbawa arus kecewa
Tertatih bersama puing-puing kehancuran
Terbata untuk mengaku
Terbatas akan kekuatanku

Siang dan malam silih berganti
Mengikis dan menambal impian
Sedikit tertambak namun semakin besar terkikis
Tak tahu lagi apa itu impian

Aku lupa apa itu impian
Aku lupa bagaimana itu bermimpi
Terlalu banyak aku sudah tertidur
Tertidur dalam sesak
Khawatir dan takut menyelimuti tubuhku
Sesal dan kecewa menjadi bantal tidurku

Aku tertidur
Terlamu lama
Terlalu bosan
Tapi raga ini tak sanggup untuk bangun
Tak tahu untuk apa
Hanya ada satu harap
Suatu saat akan ada "bangun"
Bangun dari semua mimpi buruk ini
Bangun untuk bangkit
Walau tak tahu kapan
Aku mau bertahan menanggu bangun itu
Untuk sebuah impian hidup

Kecewa (lagi)

Hampir setiap orang atau mungkin setiap orang pernah mengalami yang namanya kecewa. Kecewa terhadapa kondisi ataupun terhadap seseorang bahkan ada yang sampai ke titik kecewa terhadap diri sendiri. Kecewa yang akhir-akhir ini menghantui hidupku. Bagaimana aku tidak hancur, aku dikecewakan dua kali dengan cara yang sama, alasan yang hampir sama, sama-sama tidak jelas. Sakit sampai mau mati rasanya, sedih sampai habis air mata, seakan-akan atau sedikit lagi aku putus harapan, aku krisis kepercayaan.

Hidup bagaikan sebuah sandiwara. Saat ini, aku merasa aku sedang bermain sandiwara, aku mencoba tegar, kuat, baik-baik saja walaupun aku sedang sakit, tidak baik, kecewa. Mencoba tersenyum menghadapi hari-hari, mencoba tegak berdiri melalui jalan-jalan hidupku. Kadang aku malu kepada mentari yang selalu tampil apa adanya, selalu bersinar. Walaupun kadang kita merasa mendung, padahal di balik awan mentari tak pernah menyerah untuk bersinar.

Peran yang harus aku mainkan saat ini merupakan peran baru, yang cukup aneh dan menyiksa bagiku. Namun, aku terus mencoba memainkan peranku dengan sekuat kemampuanku dan pengalamanku. Belajar dari pengalaman yang bukan hanya sekali terjadi dalam hidupku, mencoba melanjutkan skenario yang dibuatkan untukku. Belajar dari setiap kegagalan untuk memperbaiki peranku, berani mengejar keberhasilan sebuah kisah yang sudah dituliskan bagiku sebelum aku dilahirkan di dunia ini.

Sadar atau tidak sadar, memang di dunia peran ini dibutuhkan banyak warna. Terkadang ada duka, ada suka, ada sakit, ada sehat, ada jatuh, ada bangkit, ada kecewa, ada berpengharapan. Kalau tidak ada duka menyesakkan, maka kita tak tahu bagaimana rasanya suka, kalau kita tidak pernah jatuh kita tidak tahu bagaiman itu bangkit. Aku mau terus mencoba melanjutkan kisah hidupku ini, walau masih kecewa yang tak tahu kapan berkahir. Satu hal yang aku tahu dan percaya pasti akan ada akhirnya.

Wednesday, November 27, 2013

Aku mencari...

Ketika aku merasa lemah, aku mencari….
Ketika aku merasa lelah, aku mencari…
Ketika aku merasa sedih, aku mencari…
Ketika aku memerlukan sebuah pelukan, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan pundak untuk bersandar, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan dukungan, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan nasihat, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan pertolongan, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan teguran, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan omelan, aku mencari…
Ketika aku kebingungan akan apa yang harus aku lakukan, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan pengingat arti hidupku, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan percakapan yang membutuhkan semangat, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan tempat membagikan apa yang aku pelajari dari hidup, aku mencari…
Ketika aku perlu tertawa, aku mencari…
Ketika aku membutuhkan doa, aku mencari..
Ketika aku membutuhkan semua itu, aku  mencari…
Sahabat…


*Sahabat adalah suatu anugrah tak terduga dan tak ternilai dari Allah Sang Pemberi Sahabat dan panutan sahabat sejati

Saturday, November 16, 2013

Cemburu dan merindumu

Malam ini... Detik ini...
Aku cemburu pada sang hujan
Langit bisa melepas rindunya kepada bumi dengan hujan
Sementara aku
Aku hanya bisu menjadi saksi melepas rindu
Di saat raga ini merindu pelukannya
Di saat aku merindu wangi tubuhnya
Di saat aku merindu sosoknya 
Di saat aku merindu hadirnya
Di saat aku merindu semangatnya
Di saat aku merindu omelannya
Di saat aku merindu tingkah manjanya
Di saat aku merindu, merindu dalam kesakitan

Aku cemburu pada sang waktu
Yang menjadi teman setianya
Aku cemburu pada kerjaannya
Aku cemburu pada mimpinya
Aku cemburu pada dia
Pada dia yang sekarang bersamanya
Aku cemburu pada mereka
Mereka yang sekarang manjadi teman kisahnya
Aku cemburu... aku cemburu
Karena semuanya memisahkan aku dengannya

Cemburu ini menyiksaku
Merindu ini menyakitiku
Cemburu dan merindu pun bisa berteman 
Berteman merongrongku
Cemburu dan merindu 
Hanya aku sampaikan melalui tulisan 
Cemburu dan merindumu
Sedalam kalbu
Dalam bisu
Hanya untukmu

Teman Baru


Dulu, sebelum ini menjadi kenyataaan, membayangkannya saja aku tak kuasa. Apalagi, menjalaninya. Aneh, sakit, penat, linglung, penuh pertanyaan, seolah mimpi itulah menghantuiku setiap waktu. Dengan siang aku cukup akrab dengan hidup, dengan malam aku semakin akrab dengan asa dan sesal.

Kini, semua memang tak sama lagi dan hanya mimpi belaka kalau semuanya bisa kembali seperti dulu. Baik itu kisahku dengannya maupun kisahaku dengan mereka. Semua tak akan sama seperti dulu lagi. Aku berkejaran dengan garis waktu linear ini. Aku tak mau kalah, aku harus bisa.

Lagi dan lagi, air mata yang tak pernah habis dan tak pernah enggan menjadi teman di kisahku ini. Laptop satu-satunya temanku saat ini. Mencoba menjalani hidup baru (aneh) ini dengan tegar, mebiarkan dia dengan kisah dan mimpinya. Walaupun sakit ini terus merajaiku.

Terkadang hati ini penuh dengan sejuta semangat namun tiba-tiba bisa hati ini begitu getir dan hancur berpuing-puing. Ingin rasanya lari dan keluar jauh, seperti saat ini. Saat aku tak mau mengganggu mereka dengan cerita mereka. Karena aku sedang menampar diriku supaya aku sadar ini bukan mimpi. Aku harus hidup dengan kisahku dan mereka dengan kisah mereka. Maukah engkau menjadi teman baru yang setia padaku?

Wednesday, November 13, 2013

Dari Sabang sampai Merauke

Dari Sabang sampai Merauke berjejer pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia, Indonesia tanah airku, aku berjanji padamu, menjunjung tanah airku, tanah airku Indonesia.

Sebuah lagu yang ku kenal di masa kecil, tepatnya di bangku Sekolah Dasar. Lagu yang mengajariku untuk memahami negara tempat kelahiranku ini dengan pemahaman yang masih dangkal tentunya. Tapi cukup berarti bagi seorang anak sulung, yang menghabiskan masa kecilnya itu di kecamatan Samarinda Seberang Kalimantan Timur. Namun, tak sempat habis masa kecil itu, aku harus melanjutkan masa kecil sampai dewasa ini di sebuah pulau lain, bukan bagian tengah lagi, tempat asal sukuku(batak), Sumatera Utara.

Pulau yang masuk Wilayah Indonesia Bagian Barat ini mengenalkanku serentetan kisah hidup dan kisah alam.  Danau Toba dan Pulau Samosir yang tersohor itu, tentulah sudah kerap kali aku kunjungi, bahkan gunung Sinabung -gunung target pendakian nomor satu di Sumut sudah tiga kali aku singgahi. Daerah-daerah itu aku temui di masa-masa SMA dan aku kuliah dulu. Setelah aku berkerja, punya tabungan dan budget untuk jalan-jalan tentunya, aku merencanakan perjalanan selanjutnya. Aceh, menjadi pilihan aku dan teman-temanku menghabiskan libur plus liburan kejepit di bulan Mei kemarin.

Aku bersama satu orang teman lelaki dan seorang teman perempuan memulai perjalanan kami dari malam hari. Kami menggunakan jalur darat dari Medan menuju Aceh. Setelah 10 jam perjalanan, kami pun tiba pagi di Aceh langsung mencari sarapan di "Kedai Khopi" yang menjadi andalan di kota tersebut. Siang selesai berbenah kami pun siap menyebrang ke pulau Weh dengan menggunakan kapal ferry. Kapal tersebut menempuh 2 jam perjalanan. Dan tentu saja kami tidak menyia-nyiakan moment di kapal itu dengan menikmati pemandangan alam yang mengagumkan, langit yang cerah, laut nan indah apalagi ketika kami bisa melihat lumba-lumba yang sedang berenang secara langsung.  Foto-foto merekam semua yang telah kami saksikan bersama.

Setibanya di sana Pulau Weh kami langsung menuju monumen O KM, disanalah titik O KM Indonesia bagian barat. Kami tentu saja mengabadikannya dengan mengambil beberapa foto. Bukan saja di monumen, tapi bersama pemandangan laut yang berada di sekitar sana, pemandangan yang tak pernah ada di kota kami berangkat. Sebelum mahgrib kami pun menuju ke penginapan yang berada di daerah Iboih. Siti Rubiah namanya, penginapan yang terdiri dari dua lantai, dikemas ala-ala nature, dan berada tepat di depan laut itu yang utama. Malam itu pun kami menikmati makan malam, istirahat malam bersama suara deburan ombak, angin laut dan hati yang tenang.

Pagi disambut oleh mentari nan elok, pantai nan rupawan membuat jiwa ini terasa bahagia. Betapa aku bangga dan bersyukur ditempatkan di negeri yang kaya sumber daya alam ini. Tuhan menciptakan bumi pertiwi dengan begitu menakjubkan, tak berhenti hati ini mengucap syukur punya kesempatan menikmati semuanya. Setelah sarapan di dekat dermaga Iboih, kami pun segera meluncur dengan dua buah motor. Awalnya, memang kami bertiga dari Medan namun dari Aceh kami bersama teman kami yang sekaligus menjadi tour guide kami. Jadi,  perjalanan dengan motor menjadi pilihan yang paling tepat.

Sepanjang jalan di Pulau Weh dengan ibukota  Sabang ini, pemandangan laut  biru terbentang luas bukanlah pemandangan yang tak biasa lagi. Lagu dari sabang sampai merauke pun tak bosan kami nyanyikan bersama teman yang memboncengku sepanjang perjalanan. Kami mengunjungi beberapa tempat yang ada di sana seperti Benteng Jepang dan beberapa pantai. Dan ternyata di sekitar sabang masih banyak lagi pulau-pulau indah yang juga layak disamperin. Karena kurangnya waktu dan lain hal, kami pun hanya bertekad suatu saat nanti kami akan kunjungi satu per satu. Lalu, kami segera bergegas kembali ke penginapan untuk mempersiapkan diri kami demi snorkeling.

Kami pun telah siap untuk berpetualang dengan laut dan habitat yang ada di dalamnya. Kami berangkat dengan semua perlengkapan snorkeling dengan kapal ke sebuah pulau yang bernama Rubiah. Katanya, disana salah satu spot pilihan untuk melakukan snorkeling. Benar, sampai di sana banyak sekali pengunjung yang melakukan snorkeling. Walau hujan, namun tak mengurangi semangat kami. Walau ombak tinggi tak mengurangi jiwa petualang kami. Kami tetap melanjutkan snorkeling, melihat habitat  laut yang terkandung di pulau tersebut. Kami menemukan berbagai terumbu karang, bintang laut, berbagai jenis ikan (ada yang mirip ikan Nemo), ular laut, bulu babi dan beberapa yang aku tak ingat lagi namanya. Sebelumnya aku memang pernah snorkeling di Pulau tidung, kepulauan seribu, Jakarta. Menurutku, Pulau Rubiah ini lebih kaya habitat lautnya dari pada pulau Tidung.
1384347534854922180

Setelah lelah memandangidan merekam tingkah para habitat laut, kami pun istirahat di bawah pohon nyiur yang melambai sambil menikmati air kelapa muda. Apalagi, ada ayunan yang ditemani oleh semilir angin pantai. Sudah gelap, kami pun pulang dengan kapal yang ditumpangi oleh semua anggota keluarga pemilik kapal ke penginapan kami. Lalu, kami pun mandi dan makan malam dengan menu ikan bakar yang lezat. Kemudian, selesai makan malam kami kembali ke penginapan (tempat makan malam berbeda dengan penginapan). Sebelum sampai di penginapan kami pun berhenti sejenak di dermaga, memandangi laut dengan kerlipan hewan yang ada di laut-hewan yang bisa mengeluarkan cahaya. Tidak hanya laut, kami pun berbaring diatas kayu dermaga menghadap langit menyaksikan jutaan bintang. Kami melihat beberapa bintang jatuh dan menyaksikan bintang sedang menari bahagia. Hari yang sempurna pikirku, diatas laut dan suara ombaknya, di bawah langit sejuta bintang, ditemani hembusan angin pantai. Pagi yang ku awali dengan syukur dan malam ini pun ku akhiri dengan syukur tak henti kepada Sang Khalik. Sungguh, ciptaanNya membuatku terpesona.

Hati yang bahagia membuat malam istirahat pun semakin bahagia. Dan ketika pagi tiba, yang ku tahu bahwa hari ini kami akan kembali ke Aceh, tentu saja aku tak mau menyia-nyiakannya. Aku menyempatkan diri berenang sebentar di pantai depan penginapan pagi-pagi benar, dapat dihitung dengan jari hanya beberapa orang yang punya nyali berenang di pagi-pagi buta seperti itu. Setelah kami selesai berbenah dan packing dengan berat hati kami meninggalkan Iboih tanpa lupa mengabadikan moment di depan penginapan kami. Sesampainya di pelabuhan kami pun berangkat kembali menuju Aceh dengan kapal cepat, kapal ini memakan perjalaan lebih cepat 1 jam dari kapal ferry biasanya.

Aceh, kami kembali di kota ini. Museum tsunami menjadi tujuan kami setibanya kami disana, mencoba menelusuri kejadian tsunami melalui setiap detail yang ditawarkan disana. Lalu, tak lupa kami membeli beberapa kaos, stiker dari pusat oleh-oleh  khas Aceh yang bernama Mr.Piyoh-Piyoh. Makan siang, sedikit beres-beres kami pun kembali melanjutkan petualangan ke pantai Lampuuk yang tak jauh dari kota Banda Aceh. Pantainya luas sekali, ombaknya begitu memukau dan mengajakku meberanikan diri surfing tidur(berbaring telungkup di papan surfing dengan tali yang diikat di tangan). Pengalaman yang seru, aku diajari oleh abang-abang tukang sewain alat surfing dengan gratis. Hehehe.

Malam pun  tiba, kami pun harus kembali ke dunia nyata, ke medan perang untuk segera mengais rupiah lagi. Setibanya pagi di Medan kami merasa baru bangun dari mimpi yang sangat bahagia dan damai. Namun, harus kami hadapi supaya bisa menabung kembali untuk melanjutkan petualangan. Masih banyak kekayaan alam di luar sana yang sedang menunggu kami. Dari sabang sampai merauke.
1384347423436724661

Malam larut

Malam semakin larut
Hati semakin kalut
Pikiran semakin carut 
Aku pun semakin takut

Harusnya yang ku takuti maut
Tapi, kini hidup yang marut
Air mata membentuk laut
Perasaan ini bisakah dicabut?

Aku terbawa hanyut
Terbuka bebas bagai laut
Mimpi tak lagi ku ikut
Hidup tak mampu ku rajut


Dengan ragu di tengah kalut
Bimbang yang terpaut
Doa aku syairkan lewat mulut
PadaMu pemilik kasih yang tak surut

Tak mampu menamakannya

Aku tak mengenal diriku
Aku tak mengerti
Aku tak tahu pada siapa aku mengadu
Untuk mengungkapkannya pun aku tak mengerti
Untuk menamakannya pun  aku bingung
Untuk merasakan hanya aku yang mampu

Entahlah
Sampai kapan?
Sampai kapan aku akan dikasihani?
Sampai kapan aku akan merepotkan?
Sampai kapan aku seperti ini?


Dimana?
Dimana jalan keluar?
Dimana aku harus luapkan?
Arah mana yang harus aku ikuti?
Semua tampak buram
Meragu satu-satunya pilihan
Bimbang pun kuasai pikiran
Kacau sampai tak tertahan

Aku takut
Aku kalut
Aku carut marut
Takut rasanya untuk melangkah
Kaki ini ini pun kaku
Hati tak kuasa 
Entah apa yang sedang meraja

Hanya aku..
Hanya aku dan cerita
Mencoba mengerti dan menyatu
Walau hanya dalam bisu
Karena bisu pun adalah pilihan
Sampai aku menemukan jalan
Jalan kembali pulang

Sunday, November 10, 2013

Dicari : Pahlawan Sejati

Namanya pahlawan, adalah seseorang atau mereka yang telah memberikan dirinya untuk membela kebenaran-keadilan-kemerdekaan untuk negaranya. Bangga sekali rasanya hidup di negara ini, yang telah banyak memiliki pahlawan. Tentu saja, sudah banyak mereka yang memberikan hidupnya bagi negara tercinta ini. Dan tak tahu kenapa segera terkenang begitu banyaknya pahlawan yang diceritakan di buku waktu aku Sekolah Dasar dulu, mereka yang telah berkorban bagi ibu pertiwi ini.

Hari ini aku mengikuti sebuah acara yang punya cara sendiri memperingati hari pahlawan ini. Kami menyebutnya ibadah ucapan syukur dan penyerahan diri untuk siap menjadi pahlawan muda-pahlawan masa kini. Benar, dinamakan pahlawan muda karena kebanyakan yang mengikuti adalah siswa-siswi yang masih muda, namun punya semangat memberi diri untuk membangun bangsa ini. Belum jelas di depan sana akan menjadi apa, kuliah jurusan apa. Namun satu hal yang pasti ketika hidup ini kami berikan untuk mengabdi bagi bangsa ini.

Setelah aku mengikuti acara ini dan berbincang-bincang  tentang pahlawan sejati dengan beberapa orang pahlawan muda itu, aku pun beranjak ke toko buku yang cukup terkenal di negara ini. Setibanya disana yang pertama kali ku tuju adalah rak buku bagian anak-anak. Tentu saja, karena aku besok ingin berdongeng pada murid-muridku tentang pahlawan dan aku ingin semakin memperlangkapi diriku untuk esok hari. Aku ingin mengenalkan pahlawan sejak dini kepada mereka serta memotivasi mereka melanjutkan perjuangan para pahlawan negara. Tidak muluk-muluk, aku hanya ingin mengajarkan mereka hal-hal kecil namun berarti bagi bangsa ini. Misalnya: menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya, menggali potensi anak untuk menjadikan anak yang mengharumkan negara ini.  Tak berapa lama, aku pun menemukan beberapa buku yang aku inginkan, namun aku hanya memilih satu saja. Lalu, aku melihat-lihat dan membaca sekilas  ke rak bagian novel dan pengembangan diri.

Tak mau berlama-lama, aku pun segera ke cashier untuk segera melakukan pembayaran. Maklum, sudah sedikit malam, aku harus segera pulang. Karena tidak ada yang akan menjemputku dari sana dan mengantarkanku pulang. Ya, aku juga sedang membiasakan diri menjadi wanita tangguh, wanita mandiri, beradaptasi dengan dunia baru. Aku tak mau mengalah terhadap kondisi, aku tak mau larut dalam keadaan. Aku mau terus berjuang untuk hidup. Aku mau menjadi pejuang, pahlawan masa kini. Untuk hidup yang lebih baik, lebih berguna. Aku siap melanjutkan kisah perjuangan hidupku bersama mereka yang juga ku sebut pahlawan.

Ayo, kita lanjutkan perjuangan para pahlawan kita dengan meberikan diri kita. Ayo, kita lanjutkan hidup kita untuk bisa membanggakan tanah air ini. Tak secara kebetulan Sang Pencipta menghadirkan kita di bumi pertiwi ini, tentu saja ada sebuah maksud. Ayo, penuhi panggilan bumi pertiwi ini.  Selamat hari pahlawan Indonesiaku. Selamat hari pahlawan para pahlawan yang telah gugur.  Selamat hari pahlawan para pejuang hidup-pejuang muda-pejuang masa kini. Selamat hari pahlawan.

Saturday, November 9, 2013

Ku Tunggu Kau Balik ke Medan

Bukan perpisahan yang aku tangisi, namun pertemuanlah yang aku sesali. Kalimat ini mungkin sering sekali kita dengar saat kita mengetahui ataupun diperhadapkan dengan yang namanya perpisahan. Aneh, terlintas di benakku, kenapa harus disesali pertemuan itu harusnya kan disyukuri.

Sejak aku mengenal persahabatan entah sudah berapa kali aku harus mengalami namanya perpisahan dengan sahabat, entah sudah berapa banyak air mata yang habis terkuras, entah sudah muak atau tidak bandara menjadi saksi perpisahanku dengan sahabat-sahabatku. Bukan, bukan saja mengalami yang namanya perpisahan yang dipisahkan oleh jarak dan waktu, tapi  aku juga pernah mengalami perpisahan dengan seorang sahabatku yang telah pergi dan tak akan pernah kembali lagi. Karena dia pergi untuk selama-lamanya kepada Sang Pencipta, Sang Pemberi Hidup.

Selasa, 6 november 2013, lagi-lagi aku mengalami yang namanya perpisahan dengan seorang sahabat. Bandara kembali menjadi saksi. Seorang sahabat yang ku kenal sejak akhir tahun 2011. Seorang sahabat yang mengajarkanku berani bermimpi lagi, mengajarkanku percaya akan hidup ini, mengajarkanku menjalani hidup dari hal yang paling kecil sampai hal paling besar dalam hidupku.

Tak tahu kapan persahabatan ini mulai terjalin. Berjalannnya waktu kami pun semakin dekat, semakin membutuhkan, semakin mengerti. Kami sama-sama belajar dari satu sama lain, sama-sama menegur, memotivasi dan mengevaluasi.

Bergulirlah sang waktu bersama sejuta kisah di tengah persahabatan kami, entah sejak kapan Tuhan menganugrahkan seorang sahabat lagi di tengah kami. Dan kami tak tahu sejak kapan kami mulai memaknai hubungan kami sebagai sahabat, yang kami tahu hanya hidup kami sering bersama walau kami tak sama, kami selalu bermimpi bersama walau mimpi kami tak sama, kami selalu menemukan waktu bersama walau waktu kami sebenarnya tak sama, apalagi sifat dan karakter tentulah kami tak sama. Hanya satu yang sama, kami ingin hidup yang memiliki tujuan dan selalu mengejar tujuan itu. 

Kami ingin hidup kami tak sama seperti orang lain, yang bekerja lalu pulang kerja istirahat, sebentar dengan keluarga mungkin kemudian tidur dan besok kerja lagi. Seperti itu saja setiap hari. Ini menurut kami. Kami ingin hidup yang berbeda dari orang lain, hidup yang  memiliki tujuan, hidup di dalam tujuan tiap-tiap hari dan membagikan hidup kami, apa yang kami punya dan bisa untuk orang lain.

Kami tetap bekerja dengan jam kerja kami masing-masing, kami memberikan diri kami dalam kegiatan kerohanian (pelayanan) dengan waktu yang kami bisa, dan kami juga menikmati hidup kami (bersenang-senang-red) dengan cara kami sendiri. Kami sering makan bersama, nonton bersama, nongkrong, mencoba hal-hal baru dan berbagi segala jenis kisah bersama. Kalau biacara tentang hidup (arti dan tujuan) waktu pun tak terasa, bicara tentang mimpi apalagi. Sehingga tak jarang sekali kami sering pulang pagi ke rumah. 

Sudahlah sangat banyak waktu yang kami lewati bersama, hampir setiap hari kami bertemu. Sudah banyak waktu yang kami habiskan bersama, bahkan untuk memutuskan makan dimana pun kami memerlukan waktu bersama. 

Tak terujilah sebuah persahabatan namanya ketika kami hanya menikmati suka bersama tapi kami juga menapaki duka bersama. Kami saling menguatkan ketika salah satu dari kami gagal dan harus ujian ulang post test untuk meraih gelar dokter gigi. Kami saling meneguhkan ketika salah satu dari kami sedang berjuang untuk meraih pujaan hati dan mengalami kegagalan. Kami saling mendukung ketika salah satu dari kami mengalami masalah-masalah kecil kehidupan namun selalu merepotkan (alay-red). Sampai-sampai suatu kali kami pernah menginap bersama di rumah sakit ketika salah satu dari kami sakit selama empat hari tiga malam. Walaupun sampai saat ini kami tidak menemukan sakit apa yang dideritanya saat itu, yang kami tahu sih penyakit manja, eh salah penyakit psikis. Hahaha


Kami juga pernah melakukan mission trip bersama keluarga salah satu dari kami. Kami melakukan kegiatan pelayanan dari gereja dan juga pelayanan masyarakat dengan melakukan pemeriksaan dan pengobatan gratis. Bukan hanya itu saja kami juga melakukan pelayan kepada anak-anak dan untuk itulah aku hadir. Kami berbagi hidup dengan mereka selama tiga hari dua malam. Kami mengajarkan beberapa nilai kehidupan kepada anak-anak di desa daerah Tapanuli itu, kami berkenalan, bernyanyi dan mengajari bahasa inggris pada mereka. Tentu saja aku tak lupa berdongeng untuk anak-anak disana. Kami mencoba membagikan apa yang kami bisa, apa yang kami punya bagi mereka. Lelah pun tak menjadi penghalang bagi kami. Cerita dan motivasi terus kami bagikan, kemauan yang tulus terus kami berikan dan raga yang ada ini kami berdayakan untuk mereka. Pernah, di suatu sore kami sedang sangat kelelahan dan mengantuk kami pun beristirahat di kursi gereja, sambil berbaring dengan seadanya. Namun, tak kuasa menolak ajakan mereka kami pun mencoba bermain dengan mereka. Kami memeluk mereka, memangku, menggendong mereka dengan raga yang lelah namun dangan hati yang bahagia.

Betapa tak ternilainya yang sudah kami pelajari bersama, perjuangkan dan kejar bersama. Kami tak akan pernah melupakannya apalagi menyesalinya. Kami sangat dan sangat mensyukurinya. Walaupun saat ini kami sedang tidak bersama sampai waktu yang tidak ditentukan namun persahabatan ini kan tetap hidup. Arti hidup akan jadi tali dalam pershabatan kami, tujuan hidup akan menjadi penerang di jalan kami masing-masing, mimpi (visi) akan menjadi bahan bakar kami dalam kami mengerjakan panggilan kami masing-masing.


Ini adalah pilihan kami. Hidup yang kami tak mau sama dengan orang lain, yang biasa-biasa saja bagi kami. Kami inging hidup yang lebih bermakna, hidup yang berguna bagi orang lain. Jarak tak menjadi pemisah bagi kami untuk mengejar mimpi-mimpi kami, waktu tak menjadi penghalang bagi kami. Bahkan kami berjanji kami akan saling mengingatkan satu sama lain, saling mendoakan dan saling mendorong satu sama lain. Tidak akan ada yang berubah. Perpisahan tak akan pernah kami selali. Persahabatan ini adalah anugrah Tuhan yang akan terus kamu syukuri dan kami perjuangkan. Ku tunggu kau balik ke Medan. Tidak, ku tunggu kau di tempat mimpi kita masing-masing.

Untukmu kedua sahabatku.

Friday, November 8, 2013

Malam ini (part I)

Aku di sini
Aku duduk di sini
Duduk di sofa bagian tengah
Namun tidak denganmu
Atau dengannya


Tanganku menari di atas keyboard 
Mulutku mengunyah kwitiaw lada hitam kesukaanku
Juga meminum freezing capuccino


Ku biarkan pikiran ini mengalir
Mengikuti kata hati ini
Melanjutkan kisah hidupku


Bukan!
Ini bukan yang seperti aku impikan
Tak pernah
Tak pernah aku bayangkan seperti ini!


Aku pun terhanyut dalam keriuhan 
Keriuhan pembicaraan mereka


Dan..
Sesaat aku terdiam
Apakah ini  yang namanya mengikuti kata hatiku?
Apakah aku ingin hidup seperti mereka?
Menyamakan tujuan hidupku, arti hidupku dengan mereka?


Tidak,
Aku harus tetap kembali
Kembali mencari dan menemukan mimpi
Harta yang tak ternilai
Untuk anugrah hidup
Hidupku yang tak ternilai
Menjadi kisah yang tak ternilai
Untukmu yang tak ternilai




Friday, Nov 8, 2013
8:58 PM
Coffee Cangkir Jl. Dokter Mansyur











 

Hujan (part I)

Aku duduk disini
Ya, tapi aku tak sendiri
Bersama mereka, bersama banyak orang


Aku perhatikan tingkah mereka
Tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan
Dengan berbagai kisah mereka


Sambil menikmati mie ayam jamur ini
Menyeruput berbagai minuman
Tak jarang juga sambil bermain dengan gadget mereka


Ku pandangi lagi...
Tempat makan ini
Tak jarang yang sudah selesai makan


Namun, kami tak beranjak
Karena hujan ini
Hujan yang diharapkan ataupun tak diharapkan


Biarlah...
Biarlah langit melepas rindunya pada bumi
Biarlah air menyatukan mereka
Sebab aku tahu bagaimana rasanya merindu
Tak kan lekang dari ingatan ini
Merindu di tempat ini
Dengan sejuta kisah kita
Dengan sejuta mimpi kita


Dari aku yang sedang merindu
Merindumu seorang sahabatku


Mie Ayam Jamur
Jl. Wahid Hasyim simp. Sei Bahorok No.29/96
Friday, Nov 8, 2013
4: 58 PM

Saturday, November 2, 2013

SAHABAT

Sesuatu yang tak terduga namun tak ternilai
Ajarkanku makna kehidupan
Hari-hari menjadi bukti nyata
Antarkan kisah suka dan duka
Berikan hati yang mau diajar
Antara kita dan Dia
Tak 'kan pernah aku lupakan


Segudang mimpi kiranya tergapai
Enggan berjuang bukan milik kita
Jemputlah harapan dan tepiskan asa
Anugrah terindah dari  Sang Khalik
Terima kasih dari hati terdalam
Ilahi menjadi saksi dan tali persahabatan




AKU (lagi)

Terhenti langkahku di persimpangan jalan
Bisu menjadi pilihan
Ketika letih dan bingung berpadu
Raga tak mampu tunjukkan
Jiwa tak mampu lukiskan
Lanjutkan setiap perjalanan hidup

Huhhh
Isak tak berarti lagi
Kata sayang pun tak dapat makna lagi
Bahkan kisah pun hanya jadi emosi semata
Memori membakar amarah
Pilihan tak beri arti


Entahlah
Hidup ini bagai tak ada tujuan
Tak tahu harus jalan kemana
Tak tahu harus melakukan apa
Aku malu
Malu kepada sang pencipta
Apa aku masih pantas punya kesempatan lagi?
Apa aku cukup pantas?

................
16 hari kemudian
................


Aku bersyukur ada pengampunan yang tak henti
Ada kesempatan yang tak pudar
Ada pengertian yang tek terbatas
Dan...
Ada kesempatan lagi..
Lagi dan lagi

Lalu,
'Ku hapus air mata ini
'Ku mengadah ke atas
'Ku berdiri dari kejatuhan dalam ini
'Ku bulatkan hati
Aku mau berjuang lagi


Jatuh bukan berarti tak bisa bangkit
Sakit bukan berarti tak bisa sembuh
Mundur bukan berarti tak bisa maju
Lelah bukan berarti tak bertenaga lagi
Cengeng bukan berarti menyerah
Semua untuk ajarku tak menyesal
Tak salah langkah
Ini yang terbaik 
Terbaik dariMu


Terlalu

Kali ini..
Aku gak tau harus berjalan kemana, rasanya sangat ragu untuk melangkah..
Ahh untuk berpikir saja aku tak mampu…
Aku terlalu munafik, aku terlalu takut..

Menghadap wajahmu aku malu
Aku gak kuat
Entahlahhh..
Aku terlalu menjijikkan bagimu
Aku gak pantas
Ini semua salahku, salahku
Aku terlalu keras kepala, tak hirau kan kata hatimu
Aku terlalu jauh berjalan sendiri
Aku tak peduli kan teguranmu
Terlalu jauh
Terlalu sakit
Terlalu perih
Terlalu dalam




15 Oktober 2013
14.55 WIB
Pelataran lantai 2 perpustakaan USU