Wednesday, November 13, 2013

Dari Sabang sampai Merauke

Dari Sabang sampai Merauke berjejer pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia, Indonesia tanah airku, aku berjanji padamu, menjunjung tanah airku, tanah airku Indonesia.

Sebuah lagu yang ku kenal di masa kecil, tepatnya di bangku Sekolah Dasar. Lagu yang mengajariku untuk memahami negara tempat kelahiranku ini dengan pemahaman yang masih dangkal tentunya. Tapi cukup berarti bagi seorang anak sulung, yang menghabiskan masa kecilnya itu di kecamatan Samarinda Seberang Kalimantan Timur. Namun, tak sempat habis masa kecil itu, aku harus melanjutkan masa kecil sampai dewasa ini di sebuah pulau lain, bukan bagian tengah lagi, tempat asal sukuku(batak), Sumatera Utara.

Pulau yang masuk Wilayah Indonesia Bagian Barat ini mengenalkanku serentetan kisah hidup dan kisah alam.  Danau Toba dan Pulau Samosir yang tersohor itu, tentulah sudah kerap kali aku kunjungi, bahkan gunung Sinabung -gunung target pendakian nomor satu di Sumut sudah tiga kali aku singgahi. Daerah-daerah itu aku temui di masa-masa SMA dan aku kuliah dulu. Setelah aku berkerja, punya tabungan dan budget untuk jalan-jalan tentunya, aku merencanakan perjalanan selanjutnya. Aceh, menjadi pilihan aku dan teman-temanku menghabiskan libur plus liburan kejepit di bulan Mei kemarin.

Aku bersama satu orang teman lelaki dan seorang teman perempuan memulai perjalanan kami dari malam hari. Kami menggunakan jalur darat dari Medan menuju Aceh. Setelah 10 jam perjalanan, kami pun tiba pagi di Aceh langsung mencari sarapan di "Kedai Khopi" yang menjadi andalan di kota tersebut. Siang selesai berbenah kami pun siap menyebrang ke pulau Weh dengan menggunakan kapal ferry. Kapal tersebut menempuh 2 jam perjalanan. Dan tentu saja kami tidak menyia-nyiakan moment di kapal itu dengan menikmati pemandangan alam yang mengagumkan, langit yang cerah, laut nan indah apalagi ketika kami bisa melihat lumba-lumba yang sedang berenang secara langsung.  Foto-foto merekam semua yang telah kami saksikan bersama.

Setibanya di sana Pulau Weh kami langsung menuju monumen O KM, disanalah titik O KM Indonesia bagian barat. Kami tentu saja mengabadikannya dengan mengambil beberapa foto. Bukan saja di monumen, tapi bersama pemandangan laut yang berada di sekitar sana, pemandangan yang tak pernah ada di kota kami berangkat. Sebelum mahgrib kami pun menuju ke penginapan yang berada di daerah Iboih. Siti Rubiah namanya, penginapan yang terdiri dari dua lantai, dikemas ala-ala nature, dan berada tepat di depan laut itu yang utama. Malam itu pun kami menikmati makan malam, istirahat malam bersama suara deburan ombak, angin laut dan hati yang tenang.

Pagi disambut oleh mentari nan elok, pantai nan rupawan membuat jiwa ini terasa bahagia. Betapa aku bangga dan bersyukur ditempatkan di negeri yang kaya sumber daya alam ini. Tuhan menciptakan bumi pertiwi dengan begitu menakjubkan, tak berhenti hati ini mengucap syukur punya kesempatan menikmati semuanya. Setelah sarapan di dekat dermaga Iboih, kami pun segera meluncur dengan dua buah motor. Awalnya, memang kami bertiga dari Medan namun dari Aceh kami bersama teman kami yang sekaligus menjadi tour guide kami. Jadi,  perjalanan dengan motor menjadi pilihan yang paling tepat.

Sepanjang jalan di Pulau Weh dengan ibukota  Sabang ini, pemandangan laut  biru terbentang luas bukanlah pemandangan yang tak biasa lagi. Lagu dari sabang sampai merauke pun tak bosan kami nyanyikan bersama teman yang memboncengku sepanjang perjalanan. Kami mengunjungi beberapa tempat yang ada di sana seperti Benteng Jepang dan beberapa pantai. Dan ternyata di sekitar sabang masih banyak lagi pulau-pulau indah yang juga layak disamperin. Karena kurangnya waktu dan lain hal, kami pun hanya bertekad suatu saat nanti kami akan kunjungi satu per satu. Lalu, kami segera bergegas kembali ke penginapan untuk mempersiapkan diri kami demi snorkeling.

Kami pun telah siap untuk berpetualang dengan laut dan habitat yang ada di dalamnya. Kami berangkat dengan semua perlengkapan snorkeling dengan kapal ke sebuah pulau yang bernama Rubiah. Katanya, disana salah satu spot pilihan untuk melakukan snorkeling. Benar, sampai di sana banyak sekali pengunjung yang melakukan snorkeling. Walau hujan, namun tak mengurangi semangat kami. Walau ombak tinggi tak mengurangi jiwa petualang kami. Kami tetap melanjutkan snorkeling, melihat habitat  laut yang terkandung di pulau tersebut. Kami menemukan berbagai terumbu karang, bintang laut, berbagai jenis ikan (ada yang mirip ikan Nemo), ular laut, bulu babi dan beberapa yang aku tak ingat lagi namanya. Sebelumnya aku memang pernah snorkeling di Pulau tidung, kepulauan seribu, Jakarta. Menurutku, Pulau Rubiah ini lebih kaya habitat lautnya dari pada pulau Tidung.
1384347534854922180

Setelah lelah memandangidan merekam tingkah para habitat laut, kami pun istirahat di bawah pohon nyiur yang melambai sambil menikmati air kelapa muda. Apalagi, ada ayunan yang ditemani oleh semilir angin pantai. Sudah gelap, kami pun pulang dengan kapal yang ditumpangi oleh semua anggota keluarga pemilik kapal ke penginapan kami. Lalu, kami pun mandi dan makan malam dengan menu ikan bakar yang lezat. Kemudian, selesai makan malam kami kembali ke penginapan (tempat makan malam berbeda dengan penginapan). Sebelum sampai di penginapan kami pun berhenti sejenak di dermaga, memandangi laut dengan kerlipan hewan yang ada di laut-hewan yang bisa mengeluarkan cahaya. Tidak hanya laut, kami pun berbaring diatas kayu dermaga menghadap langit menyaksikan jutaan bintang. Kami melihat beberapa bintang jatuh dan menyaksikan bintang sedang menari bahagia. Hari yang sempurna pikirku, diatas laut dan suara ombaknya, di bawah langit sejuta bintang, ditemani hembusan angin pantai. Pagi yang ku awali dengan syukur dan malam ini pun ku akhiri dengan syukur tak henti kepada Sang Khalik. Sungguh, ciptaanNya membuatku terpesona.

Hati yang bahagia membuat malam istirahat pun semakin bahagia. Dan ketika pagi tiba, yang ku tahu bahwa hari ini kami akan kembali ke Aceh, tentu saja aku tak mau menyia-nyiakannya. Aku menyempatkan diri berenang sebentar di pantai depan penginapan pagi-pagi benar, dapat dihitung dengan jari hanya beberapa orang yang punya nyali berenang di pagi-pagi buta seperti itu. Setelah kami selesai berbenah dan packing dengan berat hati kami meninggalkan Iboih tanpa lupa mengabadikan moment di depan penginapan kami. Sesampainya di pelabuhan kami pun berangkat kembali menuju Aceh dengan kapal cepat, kapal ini memakan perjalaan lebih cepat 1 jam dari kapal ferry biasanya.

Aceh, kami kembali di kota ini. Museum tsunami menjadi tujuan kami setibanya kami disana, mencoba menelusuri kejadian tsunami melalui setiap detail yang ditawarkan disana. Lalu, tak lupa kami membeli beberapa kaos, stiker dari pusat oleh-oleh  khas Aceh yang bernama Mr.Piyoh-Piyoh. Makan siang, sedikit beres-beres kami pun kembali melanjutkan petualangan ke pantai Lampuuk yang tak jauh dari kota Banda Aceh. Pantainya luas sekali, ombaknya begitu memukau dan mengajakku meberanikan diri surfing tidur(berbaring telungkup di papan surfing dengan tali yang diikat di tangan). Pengalaman yang seru, aku diajari oleh abang-abang tukang sewain alat surfing dengan gratis. Hehehe.

Malam pun  tiba, kami pun harus kembali ke dunia nyata, ke medan perang untuk segera mengais rupiah lagi. Setibanya pagi di Medan kami merasa baru bangun dari mimpi yang sangat bahagia dan damai. Namun, harus kami hadapi supaya bisa menabung kembali untuk melanjutkan petualangan. Masih banyak kekayaan alam di luar sana yang sedang menunggu kami. Dari sabang sampai merauke.
1384347423436724661

0 comments:

Post a Comment